Ketika dikejar oleh pasukan Raja Jayanegara, memperoleh pertolongan dan ilmu tentang wawasan/wahana lingkungan hidup dari daerah mandala kadewaguruan yang situsnya bernama Mbah Bodo terletak di alun-alun Sendang. Wawasan yang kemudian diberi nama "Kebon Rojo". Menurut Dwi Cahyono, ada dua tradisi kerajaan yang berkaitan dengan Kebon Rojo.
Pertama, berkaitan dengan tradisi berburu hewan di hutan khusus bangsa dan kerajaan (wilayah hutan tertentu = Kebon Rojo) untk melatih ilmu kanuragan.
Kedua, kebun binatang berbagai aneka ragam jenis satwanya dipelihara dengan baik untuk legitimasi kerajaan. Jika kebun binatang tidak terpelihara dengan baik, rusak, banyak yang mati legitimasi kerajaan akan surut. Contoh yanga dapat dilihat sekarang Kebun Raya Bogor (dikembangkan Raffles Inggris 1811), Kebun Binatang Gembira Loka dekat kraton di Jogja, Kebun Binatang Surabaya (dulu disebut dierenteir) dll.
Kebun Binatang yang digagas Tribuana Tungga Dewi nampaknya lebih luas daripada 2 tradisi diatas. Gagasan yang digali di Sendang (Situs Mbah Bodo Budha) lebih merupakan wawasan lingkungan hidup (Kalpataru), bukan hanya soal fauna, tetapi juga floranya, bahkan karakter manusianya juga diperhatikan. Berdasarkan tradisi panji, beliau mengilustrasikan gagasannya berbentuk atraksi satwa : barongsai, kucingan, celengan dan jaranan. Vegetasi atau flora berbentuk atraksi Bakul Jamu Sendang oleh wanita anggun dan berwibawa (jamu=sari bumi). Sedangkan manusia diilustrasikan tetek-melek, tembem dan pentul.
Kebon Rojo digagas, dikembangkan untk mengatasi rusaknya lingkungan hidup dan Kebun Binatang di Majapahit setelah menjadi Raja Majapahit menggantikan Jayanegara.
Dari dulu sampai sekarang di lokasi situs Mbah Bodo setiap tanggal 17 Agustus setelah upacara penurunan bendera selalu dirayakan oleh ratusan bahkan pernah ribuan kelompok jaranan yang diwujudkan adat siraman barongan.